Kamis, 31 Januari 2013

Please, Smile For Me !

Ketika dunia tak lagi bisa menjadi tempatku berlindung.
Dimana dunia menjadi terasa menyakitkan.
Ingin ku terbang meninggalkan semua tatapan mereka yang membelengguku.
Entah perasaan apa yang aku miliki sekarang, antara BENCI dan TERLUKA aku takkan pernah tahu sampai saat ini.
seandainya waktu bisa ku putar takkan pernah aku biarkan hal itu terjadi, harta terakhir yang ku punya telah menghilang..
Aku selalau berdoa seandainya hari itu aku tak pernah berkata seperti itu mungkin sekarang dia masih terus bersamaku.

"Aku benci kakak! kenapa kakak lakukan itu ? kenapa kakak membohongiku selama ini?"
"Aoi kakak mohon dengarkan kakak dulu!"
"TIDAK AKU BENCI KAKAK!"
akupun berlari tanpa melihat rambu lampu merah yang telah beganti menjadi hijau dan melaju mobil yang sangat kencang. "Aoi awas !!!" teriak kakak
CIIIITTTTTTTT!!!!!!! BRUKKKK!! bunyi benturan keraspun tak terhindarkan. Apakah aku telah meninggal? akupun terbangun dari pingsanku dan berjalan menuju sesosok tubuh yang tergeletak berlumuran darah. "Kakak bangun" ucapku lirih.
"Kakak aku mohon bangun, aku berjanji jika kakak bangun aku menuruti keinginan kakak, jadi ku mohon bangunlah ka!!" akupun menangis, ketakutan menyelimuti diriku.

Rumah sakit
"Dok bagaimana keadaan kakakku? apakah dia selamat?" tanyaku
"Operasinya gagal, maaf kami sudah berusaha semampu kami tapi Tuhan berkata lain. Tabahkan hatimu" kata dokter
"Tidak.. tidak boleh kakak tidak boleh meninggal" air matakupun mengalir deras membasahi pipiku.
Aku berlari menuju kamar tempat kakak dirawat, dan saat itu kakak membuka matanya, iapun tersenyum padaku.
"Kakak aku mohon bertahanlah ka jangan tinggalkan aku!" ucapku lirih
"A..ao..aoi kakak mencintaimu lebih dari apapun didunia ini"
"ka..ka..kakak apa yang kau katakan, aku tak pernah membencimu maafkan aku, aku mohon jangan pergi.. kakak aku mohon tetaplah disini jangan biarkan aku sendiri" air mataku terus mengalir tanpa henti
"Aoi kau tahu betapa bahagianya kakak sekarang? kakak mohon hiduplah dengan bahagia tersenyumlah Aoi kakak mohon padamu" pinta kakak dengan sisa tenagannya.
Akupun tersenyum walau air mata tetap membanjiri pipiku
"Aoi hiduplah bahagia maafkan kakak yang begitu cepat meninggalkanmu sendiri disini" setelah mengucapkan itu kakak perlahan menutup matanya dengan senyuman walau ada raut cemas diwajahnya.
"ka..kakak.. ti..tii.TIDAAAAAKKKK KAKAK!!!" teriakku

"TIDAAAKKKK!!" akupun bangun dari mimpi burukku, mimpi yang selalu menghantuiku selama ini.

Sudah satu tahun setelah kejadian itu tapi aku tak bisa melupakannya, kenapa kenapa aku tak bisa melupakannya? apa karena mereka yang menganggap kematian itu salahku? harusnya aku yang meninggal saat itu.

Namaku Hikari Aoi, aku mempunyai kenangan yang sangat menyakitkan kenangan yang tidak bisa aku lupakan walau aku pergi dan berlari keujung dunia kenangan itu akan terus menghantuiku. Kakaku bernama Hikaru Arata, dia kakak yang telah menyelamatkanku dari peristiwa mengerikan itu, setelah kepergiannya banyak orang-orang yang menjauhiku karena menurut mereka kematian Arata adalah salahku, harusnya akulah yang pantas mati bukan Arata.

Aku berangkat menuju tempat sekolahku seperti biasa, mataku seakan berat sekali karena semalam aku tak bisa tidur karena terus teringat mimpiku. Disekolah aku adalah gadis yang sangat dingin karna kejadian itulah yang membuatku menjadi seperti ini. Aku tak bisa mempercayai siapapun lagi termaksud mempercayai diriku sendiri. Aku selalalu sendiri jauh berbed dengan harapan Arata akan kebahagiaanku.

Aku telah kehilangan ibuku saat melahirkanku, kehilangan ayahku saat aku berusai 5 tahun dan sekarang aku juga telah kehilangan kakak ku harta berhargaku satu-satunya. Kenapa Tuhan tidak pernah adil padaku? sekali saja aku mohon padamu Tuhan beri aku kebahagiaan.

Jam pelajaran telah usai akupun berjalan menuju atap tempat biasa aku menghabiskan waktu istirahatku. Aku selalu berharap ada seseorang yang akan mengulurkan tangannya untuk menarikku keluar dari lingkaran kegelapan ini, seseorang yang tulus ingin menerimaku menjadi bagian terpenting, memiliki teman dan tertawa adakah yang akan menerobos dinding besar yang telah aku buat selama ini?

Aku berdiri memandangi langit yang indah dan sesekali aku tersenyum dan berkata "Kakak apa kau melihatku sekarang? bukankah aku sedang tersenyum?". Tanpa aku sadari ada seseorang yang sedari tadi memandangiku dari kejauhan, ia nampak berfikir saat melihatku sendiri di atap ini.

"Sedang apa kau disini sendiri?" tanyanya padaku
"Apa kau tak melihat aku sedang apa" jawabku.
Tanpa melihat wajahnya aku pergi dan meninggalkan dia, lagi-lagi aku menjawab pertannyaannya dengan ketus. Kenapa akhir-akhir ini ada yang menegurku diatas? ucapku dalam hati.

Haripun makin sore aku berdiri digerbang menunggu sopir menjemputku pulang ketempat persembunyianku dari orang-orang disekelilingku.
"Silahkan nona, maaf terlambat" ucapnya
"Tidak apa-apa paman" jawabku padanya

Akupun sudah berada didalam kamarku yang luas dan indah namun terasa sepi tanpa orang lain disini, aku berharap bisa keluar dari kesepianku ini.
"Kakak kenapa aku seperti ini sekarang bagaikan mumi yang hidup tanpa perasaan?" tanyaku padai bingkai foto kakak
"Tenanglah Aoi kebahagiaan akan menghampirimu sekarang!" ucap kakak
"Benarkah ka? janji ya" kamipun mempertemukan jari kelingking untuk dikaitkan pertanda perjanjian telah dibuat, akupun tersenyum bahagia bersama kakak.
Alarmpun berbunyi pertanda aku harus bangun " ahh kenapa disaat seperti ini harus berbunyi?" gerutuku yang tersadar bahwa semua itu hanya mimpi semata.

"Bibi aku pergi sekarang" pamitku pada bibi.
Dirumah yang megah dan mewah aku sekarang hanya tinggal bertiga dengan bibi dan paman yang selalu menjagaku dari kecil mereka telah mengapdikan diri mereka kepadaku, hanya merekalah yang bisa memberi sedikit semangat untukku.

Aku berjalan dikoridor menuju ruang kelasku, tanpa ku sadari aku bertabrakan dengan seorang gadis yang sedang berlarian dikoridor.
"Maaf" ucap gadis tersebut
"Tidak apa-apa" jawabku seraya pergi meninggalkan mereka, tiba-tiba terdengar olehku benturan keras. Ternyata gadis yang menabrakku sedang dipukuli karena menjatuhkan pesanan dari temannya itu.
"Kau ini bodoh ya sudah kubilang jangan sampai jatuh!!" bentak temannya
"Maaf aku tak sengaja" jawabnya
Bagaikan tersambar petir aku melihat dia yang tak berdaya melawan mereka, antara pergi dan menolongnya aku bimbang.Disaat aku bimbang salah satu dari mereka akan memukul gadis itu namun tanpa aku sadari aku menghalanginya terjadilah seharusnya tidak terjadi pukulan itu mendarat dipipiku.
"Apakah kalian sudah puas melakukan ini? apakah ini menyenangkan?" tanyaku
"Kau siapa kau beraninya menghalangi kami" bentak salah satu dari mereka. Tanpa memperdulikan sekitar aku ambil uang dari dompetku dan aku lempar kemuka gadis itu dan dengan kesal aku berkata "hanya karena sekotak puding kau memukulnya? sekarang uangnya telah aku berikan jangan pernah ganggu dia lagi dan enyahlah dari hadapanku kalau tidak aku bisa mengusirmu dari sekolah ini!!" bentakku padanya

Sepertinya salah satu dari merekamengetahui siapa aku dan dengan rasa takut mereka mengambil uangnya dan pergi meninggalkan aku dan gadis yang mereka pukuli tadi. "Menjijikan" gumamku
"Umm.. Aoi-san arigato" ucap gadis itu padaku
"Ya, lain kali jangan mau diperintah olehnya" jawabku
"Baik, namaku Makoto"
"Ohh oke cepat bersihkan lukamu" pintaku padanya
"Umm Aoi-san maukah kau menjadi temanku?" pinyanya padaku
Entah apa yang harus aku katakan senangkah sedihkah takutkah aku tak bisa menjawabnya, bisakah aku membiarkan orang lain masuk dalam hidupku?
"Jangan salah paham aku menolongmu bukan karena ingin menjadi temanmu" Jawabku kasar dan pergi meninggalkannya
"Aoi-san aku akan tetap mengikutimu sampai kau menjadi temanku!" serunya padaku. aku hanya bisa melambaikan tanganku.

Kakak ada satu orang yang mencoba membongkar dinding yang aku buat, apa yang harus aku lakukan? aku takut tapi senang. Kakak bisakah aku mempercayainya? 

"Sungguh keras kepala, membuat dinding yang begitu tebal didalam kesedihannya" ucap Makoto
"Bukankah ini yang menarik?" sahut seseorang disebelahnya
"Ya, tapi bisakah kita memenuhi janji ini?" tanya Makoto pada laki-laki itu
"Tentu bisa, karena Aoi adalah adik Arata" jawabnya.


Saat mereka mulai mendekati kegelapan dengan membawa cahaya akankah kegelapan itu menjadi terang atau semakin gelap karna cahayanya yang meredup? akankah Aoi bisa kembali ceria seperti dulu lagi?

~Tersenyumlah Aoi~ Arata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar